Tuesday, April 25, 2006

RUU APP dalam kontroversi

Diposkan oleh ummina daffawwaz di 2:26 PM 0 komentar
LEGAL OPINION URGENSI RUU ANTI PORNOGRAFI DAN PORNOAKSI (RUU APP)
Tim Pengajar FHUI -Depok (Fatmawati, SH. MH. Heru Susetyo, SH. LL.M. M.Si. Yetty Komalasari Dewi, SH. M.Li.)

Dalam ilmu hukum dipelajari tentang kaedah hukum (dalam arti luas). Kaedah hukum (dalam arti luas) lazimnya diartikan sebagai peraturan, baik tertulis maupun lisan, yang mengatur bagaimana seyogyanya kita (suatu masyarakat) berbuat atau tidak berbuat. Kaedah hukum (dalam arti luas) meliputi asas-asas hukum, kaedah hukum dalam arti sempit atau nilai (norma), dan peraturan hukum kongkrit.
Asas-asas hukum merupakan pikiran dasar yang umum dan abstrak, merupakan latar belakang peraturan hukum konkrit yang terdapat di dalam dan di belakang setiap sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim. Sementara itu, kaedah hukum dalam arti sempit atau nilai (norma) merupakan perumusan suatu pandangan obyektif mengenai penilaian atau sikap yang seyogyanya dilakukan atau tidak dilakukan, yang dilarang atau dianjurkan untuk dijalankan (merupakan nilai yang bersifat lebih kongkrit dari asas hukum).

Berkaitan dengan RUU Pornografi dan Pornoaksi, berdasarkan argumentasi yuridis (perspektif ilmu hukum), maka RUU ini memiliki dasar pembenar sebagai berikut:
Berdasarkan asas Lex Specialis Derogat Legi Generalis, maka RUU ini nantinya akan berlaku sebagai hukum khusus, yang akan mengesampingkan hukum umum (dalam hal ini adalah KUHP) jika terdapat pertentangan diantara keduanya. Hal ini sudah banyak terjadi dalam UU di R.I., sebagai contoh adalah UU Kesehatan sebagai lex specialis (hukum yang khusus) dengan KUHP sebagai lex generalis (hukum yang umum). Dalam Pasal 15 ayat (1) UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan diatur perihal diperbolehkannya aborsi atas indikasi medis, yaitu dalam keadaan darurat yang membahayakan jiwa ibu hamil dan atau janinnya. Berbeda dengan UU Kesehatan, KUHP sama sekali tidak memperkenankan tindakan aborsi, apapun bentuk dan alasannya. Artinya dalam hal ini, jika terjadi suatu kasus aborsi atas indikasi medis (seperti diatas), berdasarkan asas Lex Specialis derogate Legi Generalis, maka yang berlaku adalah UU Kesehatan dan bukan KUHP;
Berdasarkan asas Lex Posteriori Derogat Legi Priori, maka RUU ini nantinya akan menjadi hukum yang disahkan belakangan, yang akan menghilangkan hukum yang berlaku terlebih dahulu (KUHP) jika terjadi pertentangan diantara keduanya.

Sedangkan berdasarkan argumentasi logis, maka RUU ini dapat dibenarkan dengan alasan sebagai berikut:
Pornografi dan Pornoaksi yang marak belakangan ini tidak saja membawa korban (victim) orang dewasa tetapi juga anak-anak. Dalam kaitan ini, UU Perlindungan Anak No. 23 tahun 2002 tidak menyinggung sedikit-pun tentang masalah pornografi anak (child-pornography). Namun mengatur (senada dengan Convention on the rights of the Child 1989) bahwa anak wajib dilindungi dari 'bahan-bahan dan material' yang illicit dan membahayakan perkembangan jiwa dan masa depannya. Pornografi adalah satu bentuk illicit materials yang dapat membahayakan perkembangan jiwa anak. Oleh karena itu, diperlukan suatu dasar hukum untuk melindungi anak-anak dari masalah pornografi.
UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, tidak memiliki klausul yang cukup melindungi pers dan khalayak dari penyalahgunaan pornografi.
UU tentang Penyiaran No. 32 tahun 2002 juga tidak banyak mengatur dan melindungi khalayak penyiar dan pemirsa dari penyalahgunaan pornografi dan pornoaksi.

Secara fitrah manusia memang memiliki kebutuhan seksual dan tidak ada seorangpun yang berhak mengambil hak dasar ini. Namun demikian, bagaimana menggunakan kebutuhan seksual ini agar tidak memberikan dampak yang negative terhadap masyarakat luas, tentu saja perlu diatur.

Sebagai perbandingan:
USA yang memiliki nilai-nilai budaya yang cenderung lebih 'permissive' dibandingkan Indonesia, misalnya, memiliki Child Obscenity and Pornography Prevention Act of 2002.
Di Inggris ada Obscene Publications Act 1959, dan Obscene Publications Act 1964 yang masih berlaku sampai sekarang, yang mengatur dan membatasi substansi atau gagasan dalam media yang mengarah kepada pornografi.
Di dalam sistem hukum Civil Law (European Continental), UU berperan dalam pembentukan hukum. Salah satu tujuan pembentukan hukum (UU) adalah untuk menyelesaikan konflik yang terjadi diantara anggota masyarakat (pemutus perselisihan).

Di sisi lain, tidak dapat dipungkiri bahwa seiring dengan kemajuan zaman, kehidupan masyarakat-pun mengalami perubahan. Oleh karenanya, hukumpun harus mengikuti perubahan/perkembangan masyarakat agar hukum mampu menjalankan fungsinya tersebut. Artinya, jika hukum tidak diubah sesuai dengan perkembangan masyarakatnya, maka hukum menjadi mati dan tidak mampu mengatasi masalah sosial yang terjadi/muncul dalam suatu masyarakat. Masalah pornografi dan pornoaksi mungkin dulu belum dianggap atau dinilai penting, namun demikian beberapa tahun belakangan ini, seiring dengan semakin berkembangnya teknologi informatika, masalah tersebut telah memberikan dampak social yang sangat signifikan terhadap kehidupan masyarakat Indonesia.

Dalam kaitannya dengan RUU ini, walaupun menurut sebagian orang masalah pornografi dan pornoaksi dapat diselesaikan oleh KUHP khususnya pasal 281 dan 282, namun apabila dicermati sebenarnya pasal-pasal tersebut pun masih memiliki beberapa kelemahan, yaitu tentang kriteria kesusilaan dan tentang ancaman hukuman.

Keduanya dapat dijelaskan sebagai berikut:
Kriteria Kesusilaan. KUHP tidak memberikan definisi atau batasan yang jelas tentang apa yang dimaksud dengan 'kesusilaan'. Tentu saja hal ini menyebabkan terjadinya 'multitafsir'terhadap pengertian kesusilaan, dengan kata lain, kapan seseorang disebut telah bertingkah laku susila atau asusila (melanggar susila). Terjadinya penafsiran yang berbeda terhadap suatu ketentuan dalam UU seharusnya tidak boleh terjadi karena ini menyebabkan ketidakpastian hukum. Oleh karena itu, jika RUU Pornografi dan Pornoaksi justru memberikan pengertian dan batasan yang lebih jelas atau detail, seharusnya secara logis hal ini dapat dibenarkan. Logikanya, suatu peraturan yang lebih jelas atau detail justru akan menghindari terjadinya ketidakpastian hukum dan menghindari implementasi yang sewenang-wenang dari aparat penegak hukum (non-arbitrary implementation). Dan jika kepastian hukum justru dapat tercapai dengan adanya RUU ini, maka seharusnya kita mendukungnya. Ancaman Hukuman. Ancaman hukuman yang terdapat pada pasal 281 dan 282 KUHP sangat ringan. Kedua pasal tersebut yang dianggap oleh sebagian orang sudah cukup untuk mengatasi atau mengantisipasi masalah pornografi dan pornoaksi, hanya memberikan maksimal hukuman penjara 2 tahun 8 bulan dan maksimal denda Rp. 75.000 (lihat pasal 282 ayat 3). Jika tujuan dijatuhkannya hukuman adalah untuk mencegah orang untuk melakukan perbuatan tersebut, jelas hukuman maksimal penjara dan denda seperti diatas (2 tahun 8 bulan dan 75.000), tidak akan memberikan dampak apapun pada pelakunya. Ancaman hukuman tersebut tidak memiliki nilai yang signifikan sama sekali untuk ukuran sekarang.

Berdasarkan paparan di atas, sebenarnya RUU APP ini memiliki cukup legitimasi baik dari sisi yuridis maupun sosiologis. Hanya saja, disarankan untuk lebih memperbanyak atau memperkuat argumentasi yuridis bahwa RUU ini memang dibutuhkan walaupun telah diatur secara tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan (argumentasi kelebihan RUU ini dibandingkan pengaturan yang telah ada).

Sebagai contoh, UU Kesehatan sebagaimana telah dijelaskan di atas. Disamping itu ada juga UU KDRT, yang sebenarnya secara substansi telah diatur dalam KUHP, tetapi toh dapat diberlakukan UU KDRT karena memiliki argumentasi logis yang merubah kekerasan dalam rumah tangga dari delik aduan (dalam KUHP) menjadi delik biasa (dapat dilaporkan oleh siapa saja yang melihat atau mengetahui peristiwa tersebut).

Kemudian, harus diakui bahwa ada beberapa rumusan yang belum 'pas betul' dengan tujuan pembentukan RUU ini, yaitu antara lain rumusan/ definisi tentang 'pornoaksi'. Karena dalam pelbagai literature agak sulit secara legal formal untuk menjelaskan apa yang dimaksud dengan 'pornoaksi'. Sedangkan, definisi 'pornografi' sudah lumayan tercover dalam RUU APP, di –mix dengan definisi pada UU sejenis di negara lain dan encyclopedia. Maka, suatu studi yang lebih kritis tentang 'pornoaksi' amat perlu dilakukan.

Untuk keberlakuan RUU APP ini, dapat mengikuti metode pemberlakuan UU Lalu Lintas (penggunaan seat-belt), dimana diberikan cukup waktu untuk sosialisasi RUU ini, atau masa transisi, dan setelah sekian tahun (misal 2 atau 3 tahun), barulah RUU ini diberlakukan secara penuh.

Wilayah Perdebatan dan Kontroversi Selama ini wilayah perdebatan dan kontroversi yang paling banyak diungkap oleh para penolak RUU APP ini adalah :
• Apakah pornografi dan pornoaksi adalah issue public atau issue privat yang berarti termasuk ranah publik-kah atau ranah privat?
• Apakah pornografi dan pornoaksi ada dalam wilayah persepsi yang berarti masuk dalam ranah moral dan agama (yang berarti pelanggaran terhadapnya hanya dapat dikenakan sanksi moral atau sanksi agama) ataukah masuk dalam ranah hukum public dan kenegaraan yang berarti dapat dikenakan sanksi hukum yang mengikat dan memaksa (sanksi pidana).
• Apakah pelarangan terhadap pornografi dan pornoaksi adalah suatu bentuk pelanggaran HAM terhadap kebebasan berekspresi dan kebebasan pers ataukah justru perlindungan terhadap pers yang sehat dan edukatif dan perlindungan terhadap anak dan khalayak penikmat pers dan media.
• Apakah pelarangan terhadap pornografi atau pornoaksi adalah suara dari mayoritas masyarakat ataukah semata-mata 'pemaksaan' issue dari 'kelompok-kelompok tertentu' saja atau bahkan sebagai 'pintu masuk pemberlakuan syari'at Islam di Indonesia'? • Apakah pornografi memang harus diatur dengan Undang-Undang, atau cukup diserahkan pada UU yang ada saja (jawabannya ada di atas).
• Apakah pelarangan pornografi dan pornoaksi tidak akan menimbulkan viktimisasi terhadap perempuan ataukah malah menimbulkan viktimisasi perempuan?

Menurut hemat kami, keberatan-keberatan tersebut harus disikapi dengan proporsional. Ada memang ranah yang harus diseimbangkan, bahwasanya pelanggaran pornografi misalnya tidak boleh sekali-sekali melanggar hak anak dan perempuan. Bahwasanya pornografi disini aktornya adalah laki-laki dan perempuan, tidak hanya perempuan, sehingga kekhwatiran terhadap viktimisasi terhadap perempuan mestinya tak usah terjadi. Bahwasanya pornografi memang harus diatur dengan UU karena ketidakdigdayaan UU yang ada. Juga, karena di negara-negara barat saja pornografi memiliki pengaturan tersendiri. Dan, bahwasanya RUU APP ini bukan agenda sektarian kelompok-kelompok tertentu saja (apalagi sebagai pintu masuk Syari'at Islam seperti selama ini dikhawatirkan khalayak penolak dan pengamat asing), melainkan lahir dari suatu kebutuhan untuk menciptakan media yang sehat dan edukatif disamping sebagai legislasi yang menjamin perlindungan terhadap masyarakat, utamanya anak-anak dan kaum perempuan dari penyalahgunaan pornografi dan pornoaksi. Yang terakhir, suatu RUU semestinya harus mencerminkan keadilan dan kepastian hukum (justice and certainty of law), maka suatu studi mendalam diiringi proses penyusunan yang aspiratif (akomodatif terhadap suara-suara dan kebutuhan dalam masyarakat maupun pemerintah) sudah semestinya dilakukan. Wallahua'lam
Depok, 8 Maret 2006
From: Heru Susetyo Date: Mar 10, 2006 7:20 PM

Monday, April 17, 2006

Long Weekend (reuni dan jalan-jalan)

Diposkan oleh ummina daffawwaz di 10:35 AM 0 komentar
14 April 2006
Ketemuan sama temen-temen TPG 32 di rumah Ephi.

Pagi-pagi Ummi dan Emung sudah sibuk bikin mie goreng dan oseng-oseng daun pepaya yang mau dibawa ke Cibinong, tempat Ummi dan temen-temen mau ngumpul. Emang kita sengaja nggak mau ngerepotin nyonya rumah, jadi yang mau datang dianjurkan bawa makanan sendiri-sendiri. Nyonya rumah Cuma nyediain nasi putih, air minum, dan rujakan.

Setelah Daffa didandanin, bawaan disiapkan, dan pamitan sama Faw-faw; kami bertiga bergerak menuju Pasar Rebo. Di sinilah Abi menurunkan Ummi dan Daffa dengan perasaan was-was.

"Hati-hati, ya In"
"Insya Allah. Kok khawatir gitu sih? Ibu-ibu lain juga sering pergi-pergi sendiri."
"Kan bawa Daffa."
"Jadi nggak khawatir sama ummi? Mentang-mentang Ummi bekas preman."

Lalu Ummi dan Daffa naik angkot ke Cibinong. Tadinya mau naik bis Bogor-Kp Rambutan, tapi Abi lebih tenang kalo kami naik angkot. Setelah ganti angkot 2 kali, akhirnya kami sampai di Perumahan Bumi Sentosa, Ds.Nanggewer, Bogor.

Daffa senang sekali berlari-lari di jalanan yang sepi itu. Sementara Ummi mencoba menelepon nyonya rumah. Gak lama kemudian Ephi datang menjemput dengan sepeda motornya.

Sekarang Ummi yang seneng banget, karena sejak lulus udah jarang banget ketemu temen-temen Ummi. Ada Ephi, Ika, Tisna, Dini, Melly, Lin, dan Tiffa. Kalau dua yang Ummi sebut terakhir relative sering ketemu, paling tidak setahun sekali. Pengennya sih ketemuan lebih banyak lagi, tapi segini juga Ummi udah seneng. Sayangnya Risa tidak bisa dihubungi dan Meity sibuk, sehingga mereka tidak hadir.

Mereka ini temen-temen Ummi waktu kuliah. Menikmati serunya kuliah di TPG yang terkenal belajar belajar dan belajar terus. Nggak nyangka deh sekarang sudah pada jadi ibu-ibu. Ephi yang sudah lulus S2 jadi ketua pengajian ibu-ibu kompleks dan buka TPA, Tiffa "ibu dosen" sedang menyelesaikan masternya, Ika jadi ibu rumah tangga saja, Dini jadi wirausahawati yang berkutat dengan terigu dan adonan, Tisna yang makin gemuk masih kerja dan bergelut dengan GCMS (praktikum banget!), Lin jadi guru computer di Al Azhar, sementara Melly menyeberang ke dunia lain di luar pangan, yaitu perbankan.

O, ya Daffa jadi yang paling ganteng di sana karena semua ibu-ibu yang hadir hanya memiliki anak-anak perempuan. Weh, Tiffa sampe nanya gimana resepnya punya anak laki-laki.

Mie goreng yang Ummi bawa ludes, karena anak-anak pada demen banget makannya. Sementara oseng daun pepaya diminati para ibu yang masih menyusui. Dini membawa brownies kukus buatan sendiri. "Boleh pesan," katanya. Tiffa membawa ayam serundeng yang rasanya sangat legit, full bumbu. Biasa deh pada nanya-nanya resepnya. Ika membawa kue-kue, yang katanya dibuat sendiri oleh produsennya. Melly dan Tisna nyeletuk, "Karena kalian sudah membawa banyak makanan, biarlah kami yang menikmati."

Setelah ngobrol dan menikmati hidangan tibalah saat yang menyedihkan, yaitu berpisah, terutama bagi Ika yang datang terlambat.

Di tengah gerimis Ummi dan Daffa pulang. Tadinya mau naik bis, tapi karena gerimis sudah turun dan bis tidak juga datang, kami naik angkot lagi. Di pasar Cibinong kami ganti naik bis kembali ke Jakarta.

Akhirnya menjelang Ashar, Ummi dan Daffa sampai di Mall Cijantung tempat janjian dijemput lagi sama Abi. Sebelumnya Abi nelpon 3 kali nanyain kami sudah sampai mana.


15 April 2006
Ketemu Teman Lama (Lagi)

Ummi diajak Abi kondangan di Asrama Haji Pondok Gede barengan Hery sekeluarga yang merupakan sahabat Abi sejak kuliah. Untungnya Rani, istri Hery, sudah akrab dengan Ummi sehingga Ummi tidak terlalu bengong saat resepsi.

Begitu sampai di tempat resepsi Abi dan Hery langsung bergabung dengan bapak-bapak bekas teman kuliahnya.

Tadinya Ummi pikir cuma akan berdua dengan Rani. Eh ternyata Ummi ketemu dengan temen seangkatan di IPB. Namanya Rini dari jurusan Gadis Manis Sebelah kehutanan (GMSK, yang bener Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga). Alhamdulillah, dari Rini, Ummi dapat nomor telepon beberapa temen lagi.

Pas pulang Ummi berniat basa-basi ngenalin diri dan Abi dengan suami Rini.
"Pak, saya temen Rini di IPB dan ini suami saya. Bang, kenalin nih temen dulu di IPB."
Tiba-tiba suami Rini bilang,"Iya dulu sering lihat waktu di kampus."
"Lho, IPB juga? Kok Rini nggak bilang-bilang?"
Rini tertawa, "Seangkatan kok!"
Tinggal Ummi yang menahan malu karena sudah lupa sama suami Rini. (Sampai sekarang Ummi masih belum ingat namanya).

16 April 2006
Jalan-jalan ke Puncak

Umi ceritain nanti aja ah ....

Tuesday, April 11, 2006

Setahun Faw-faw

Diposkan oleh ummina daffawwaz di 4:04 PM
Faw-faw si Kepompong kini telah jadi kupu-kupu yang lincah. Saudara dan kenalan yang sudah lama tidak melihatnya terheran-heran dengan keaktifannya. Padahal dulu ,pada bulan-bulan awal setelah kelahirannya, kami sampai konsultasi ke DSA karena Faw-faw terkesan anteng dan jarang menangis. DSA-nya hanya berkomentar,"Mungkin anak yang pertama terlalu aktif"

Usia Faw-faw sekarang sudah 1 tahun lebih 15 hari. Dia sudah mulai berjalan 5-6 langkah, atau tepatnya berlari karena dia tidak mau pelan-pelan. Dia juga sudah nak dan turun dari tempat tidur, kursi, dan meja.

Sepatah dua patah kata sudah terucap dari mulut mungilnya.
Setiap melihat kucing dan binatang berbulu lainnya dia selalu berkata,"Push."
Untuk memanggil abangnya ia berteriak, "Ba .... Appa ..."
Kadang ia menunjuk ke atas plafon sambil berkata,"Caa."(Maksudnya cicak)."
Atau yang membuat Abi surprise adalah kata,"Adza..." yang diucapkannya saat mendengar suara adzan dari corong pengeras masjid Darrussalam dekat rumah kami.

Faw-faw juga selalu membuat Ummi ingin segera tiba di rumah setiap hari. Karena Faw-faw akan merajuk untuk meminta jatah ASI dengan ekspresi peruh harap.

Mengapa Ummi Bekerja?

Diposkan oleh ummina daffawwaz di 3:48 PM
"Daffa, sekarang sudah malam. Daffa harus segera tidur."
"Kenapa?"
"Supaya besok Daffa bisa bangun pagi-pagi"
"Kenapa?"
"Karena besok Ummi bekerja, jadi Daffa bisa shake hand sama Ummi sebelum Ummi berangkat."
"Kenapa Ummi bekerja?"
"Karena dengan bekerja Ummi bisa membantu orang-orang"
"Kenapa membantu orang-orang?"
"Karena Allah menyuruh kita membantu orang lain."
"Kenapa?"
"Karena bekerja dan membantu orang lain itu ibadah. Jadi kalo Ummi mengerjakan perintah Allah Ummi dapat pahala"
"Kenapa?"
"Karena dengan pahala yang banyak Ummi bisa masuk syurga."
"Kenapa"
"Karena di syurga itu asyik. Bisa punya mainan banyak, bisa makan permen, rumah besar, bisa ketemu Nabi Muhammad, bisa ketemu Allah"
"Daffa juga mau masuk syurga. Tapi sama Abi juga, Faw-faw, mas Naufal, mas fachry, Zaidan, om Wawan. Eh sama mbak Murni ... trus sama Emung."
"Amin. Yuk kita berdoa dulu."
 

sanifamily Copyright © 2009 Designed by Ipietoon Sponsored by Emocutez